Senin, 18 April 2016

MAKALAH DAMPAK TINDAKAN KORUPSI DIBERBAGAI ASPEK



Tugas Individu                                                                                                          Dosen Pembimbing
Pendidikan Anti Korupsi                                                                                          Drs. Khaidir Saib
                                                                                    



OLEH :
FITTRI YANTI
NIM.140353122242


JURUSAN MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU
PEKANBARU
2016







KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang  Dampak Tindakan Korupsi Diberbagai Aspek.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
  
                                                                                      Pekanbaru ,  7 April  2016

   
                                                                                              Penyusun


 


DAFTAR  ISI

Kata Pengantar   ..…………………...................................................................  i
Daftar Isi ….….………………......................................................................... ii
Bab I.  Pendahuluan …….……..………............................................................ 1
1.1. Latar Belakang ………..…………………...................................................1
Bab II. Tinjauan Pustaka    ………….……………………………………….... 4
Bab III Pembahasan ………………………………........................................... 7
3.1. Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi   ...................………. ....................... 7
3.2. Dampak Korupsi Terhadap Sosial Kemiskinan   ....................................... 14
3.3. Dampak Korupsi Terhadap Birokasi Pemerintahan  …............................. 16
3.4. Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi   ..…………............... 18
3.5. Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum ………............................ 20
3.6. Dampak Korupsi Terhadap Pertahanan Keamanan   .…............................ 21
3.7. Dampak Korupsi Terhadap Kerusakan Lingkungan ……......................... 23
Bab IV Kesimpulan Dan Saran ........................................................................ 26
A. Kesimpulan   ................................................................................................ 26
B. Saran ..............................................................................................………. 26





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari  sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang  silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab  korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku  korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum,  terlihat dalam  buruknya  wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin  “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan  bahwa  “corruptio” berasal dari kata  “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah  “corruption, corrupt” (Inggris),  “corruption”  (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
            Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”. Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :
1.  Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie  adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt”.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.






BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi
Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.
Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja).
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan hubungan antara korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif  value added bagi perekonomian secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat.
Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi, yaitu:
1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Korupsi bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA) yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana, karena permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain masalah stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy)  pada akhirnya hal ini akan menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia, khususnya investasi asing karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal ini jelas karena terjadinya tindak korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan yang secara langsung maupun tidak mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk menanamkan investasinya ke Indonesia.
Kondisi negara yang korup akan membuat pengusaha multinasional meninggalkannya, karena investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena memiliki ‘biaya siluman’ yang tinggi. Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan dampak korupsi pada pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara langsung dan tidak langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi ekonomi dan pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu negara adalah ancaman serius bagi investasi yang ditanam.
2. Penurunan Produktifitas
Dengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat disanggah lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan pengembangan kapasitas. Penurunan produktifitas ini juga akan menyebabkan permasalahan yang lain, seperti tingginya angka PHK dan meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari penurunan produktifitas ini adalah kemiskinan masyarakat.

3. Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik
Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat korupsi. Korupsi menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi berakibat menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material dan produksi, syarat-syarat kesehatan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

4. Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak
Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara. Di Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak sangat penting bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga pada akhirnya.
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila ketidakpercayaan masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat juga pada percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak ketidakadilan tersebut.

5. Meningkatnya Hutang Negara
Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur penting. Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang fantastis. Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun).  Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri  swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar (www.metronews.com /read/news/ 2011,14 Juni 2011).
Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-besaran.

3.2 Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan
Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui ditengah–tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun minim manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah “kalau bias dipersulit kenapa dipermudah”.
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut  harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin

3.3 Dampak Korupsi Teradap Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi yang kedua, muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu lintas, agar si pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer yang seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
Ø Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN.
Ø Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
Ø Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.
Ø Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semanagat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.

3.4 Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi
Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012, India menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko, dan Zambia. Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang terus melanda. Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih telah menjadi praktik yang lama berlangsung. Padahal, Singapura bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor indeks persepsi korupsi Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss, Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi dengan berkurangnya korupsi.
Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak berpengaruh terhadap pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak tahun 1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi 2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.
Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru, demokrasi tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan kualitas demokrasi di suatu negara.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi. Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan umum yang justru membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.



3.5 Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum
Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971, setelah diungkapkannya Undang-undang pengganti yakni UU No. 3 pada tanggal 29 Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu berlakunya kedua undang-undang tersebut dinilai tidak mampu berbuat banyak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena undang-undang yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai dengan perkembangan zaman, padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan tingkat prediktibilitas yang tinggi. Namun pada saat membuat peraturan perundang-undangan ditingkat legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan itu hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan masyarakat.
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang yang dianggap lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah lembaga negara independen yang berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih sempurna, maka diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau menjalankan hukum tersebut dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai pelaksanaan produk hukum di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai kekuatan politik yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak dikeluarkannya undang-undang tahun 1960, gagalnya pemberantasan korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara terlalu turut campur dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi dan mengatur proses jalannya peradilan. Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum tindak pidana di Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-pejabat negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak berdaya untuk mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam domen logos, pejabat tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan pada domen teknologos, hukum pidana korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga banyak koruptor yang diseret ke pengadilan dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.

3.6 Dampak Korupsi Terhadap Peratahanan Keamanan
Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh agen-agen pemberantas kosupsi. Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan dan Keamanan.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego (1998) mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
1.    Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN
2.    Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
3.    Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.
4.    Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.

3.7 Dampak Korupsi Terhadap Kerusakan Lingkungan 
Kebanyakan manusia menempatkan lingkungan hidup hanya sebagai bahan eksploitasi untuk tujuan jangka pendek. Kondisi ini tentu sangat medesak untuk segera dikendalikan. Perlu diadakan suatu sistem yang konkrit untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Jika tidak, kerusakan lingkungan hidup sudah pasti akan menjadi ancaman besar bagi peradaban masyarakat dunia. Paradigma yang menempatkan lingkungan sebagai obyek eksploitasi telah membawa kerusakan lingkungan fatal yang berujung kepada berbagai bencana alam yang sangat merugikan. Hal ini pun dikuatkan oleh Emil Salim yang menyimpulkan bahwa ada lima tantangan besar yang harus dihadapi gerakan penyelamatan lingkungan hidup, diantaranya : pertama adalah penyelematan air dari eksploitasi secara berlebihan dan pecemaran yang kian meningkat, baik air tanah, sungai, danau, rawa, maupun air laut. Kedua, merosotnya kualitas tanah dan hutan akibat tekanan penduduk dan eksploitasi besar-besaran untuk keperluan pembangunan. Ketiga, menciutnya keanekaan hayati akibat rusaknya habitat lingkungan berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan. Keempat, perubahan iklim, dan yang terakhir adalah meningkatnya jumlah kota-kota berpenduduk banyak.
Melihat kerusakan lingkungan hutan yang begitu parah seharusnya sudah membuat negara ini menindak dengan keras terhadap pelaku-pelaku kejahatan kerusakan lingkungan, terutama yang disertai praktik KKN. Dalam praktik KKN di ranah lingkungan hidup yang patut diwaspadai adalah para pelaku perusak lingkungan yang datang dari kalangan pemodal besar seperti perusahaan-perusahaan besar yang terlibat di sektor kehutanan maupun pertambangan. Hal ini ditegaskan oleh mantan wakil ketua KPK Chandra Hamzah dalam sebuah worksop investigasi kasus lingkungan di Jakarta, dimana menurutnya, perusahaan-perusahaan yang melakukan kerusakan terhadap alam umumnya sulit ditindak karena mereka mengantongi izin usaha yang cukup. Karena itu menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah proses kontrol administrasi dalam pemberian izin sebelum perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi. Baik itu izin usaha baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat. Lalu menurut beliau, perusahaan-perusahaan kecil yang bergerak di bidang kehutanan namun pada RKAT tahun berikutnya tercatat memiliki jumlah keuntungan yang sangat besar, maka patut dicurigai perusahan tersebut mendapatkan hasil bukan dari pohon-pohon yang mereka tanam melainkan dari hutan-hutan alam yang seharusnya tidak boleh ditebang.
Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan kerugian ekologis ini, seringkali pelaku-pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan hanya terfokus mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat.  Memang benar ganti rugi itu perlu bahkan itu kewajiban mereka, namun ganti kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas ganti rugi materi kepada manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa diperbaiki hanya dengan semalam perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja kerusakan tersebut tidak akan bisa diperbaiki.


















BAB IV
PENUTUP
     
4.1 Kesimpulan
Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara dan publik.

4.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang intelektual hususnya dalam mata kuliah anti korupsi”.









DAFTAR PUSTAKA

MM.Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana.









2 komentar:

  1. youtube.com Videoslots youtube - videodl.cc
    youtube.com youtube mp3 Videoslots youtube.com Videoslots youtube.com Videoslots 바카라 youtube.com Videoslots youtube.com youtube mp3 Videoslots youtube.com Videoslots youtube.

    BalasHapus
  2. Lucky Club Casino Site Review 2021 - LuckyClub.live
    Lucky Club Casino is a one-of-a-kind casino with a long list of quality games from top software developers such as NetEnt and Microgaming. Rating: 6/10 · ‎Review by luckyclub Lucky Club · ‎Price range: Expensive

    BalasHapus